Mutu
Pendidikan dan Profesionalitas Seorang Guru
Nurma Yunita
Mahasiswa FKIP Pendidikan Bahasa Dan Sastra
Indonesia 2008
e-mail:
nurma.yunita11@yahoo.co.id
Abstrak : Tujuan
dari penulisan ini adalah untuk mengetahui upaya-upaya apa yang dapat dilakukan
dalam hal meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia dan mengetahui upaya-upaya
apa saja yang telah dilakukan pemerintah. Dari analisis ini, dalam hal
peningkatan mutu pendidikan diperlukan kerjasama antara para pelaksana
pendidikan, pemerintah dan masyarakat. Upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk
peningkatan ini sangat banyak dan salah satu yang terpenting yang terlebih
dahulu dibenahi adalah kualitas dan profesionalitas seorang guru. Peningkatan
profesionalitas dan kualitas tenaga pendidik ini sebagaimana yang tertuang
dalam Surat Keputusan Menteri Pendidikan
dan Kebudayaan No. 0318/U/1994. Pemerintah telah melakukan berbagai upaya dalam
peningkatan kualitas dan profesionalitas guru. Dengan menaikkan intensitas
kesejahteraan guru dan mengharuskan guru-guru mengikuti penataran guna membantu
meningkatkan kualitas guru dalam menguasai bahan ajar yang akan diajarkan.
Dengan meningkatnya kualitas seorang guru akan mutupendidikan pun akan
meningkat karena gurulah yang mendidik dan menciptakan produk luaran pendidikan
yang berkualitas dan dapat mendukung peningkatan pembangunan di Indonesia dan
mencapai tujuan dari pendidikan.
Kata kunci : Guru, kualitas, mutu, profesinalitas, pendidikan
Pendahuluan
Pendidikan
adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat
bangsa dan negara. Pendidikan adalah salah satu faktor terpenting dalam penentu
masa depan hidup manusia dan suatu bangsa. Masa depan atau keadaan suatu bangsa
ke depannya sangat ditentukan oleh keadaan pendidikan atau sistem pendidikan
saat ini. Sebagaimana faktanya bahwa keluaran-keluaran dari pendidikan inilah
yang nantinya akan menjadi generasi penerus bangsa. Indonesia adalah bangsa
yang sedang berkembang demikian pula dengan sistem pendidikan di bangsa ini.
Dimana masih banyak hal-hal yang perlu dibenahi dan butuh perhatian semua
pihak. Dari kalangan masyarakat, perhatian masyarakat terhadap masalah-masalah
pendidikan tidak pernah surut. Tidak
sedikit masalah-masalah yang terdapat dalam dunia pendidikan kita dan masalah
mutu pendidikan menjadi masalah umum dalam dunia pendidikan di Indonesia. Tema
peningkatan mutu pendidikan tampaknya memang pantas di angkat ke permukaan,
setidaknya karena ada sejumlah alasan rasional pada tiga dimensi waktu.
Pertama, dari dimensi
waktu masa lampau, yaitu ketidakmenentuan kondisi mutu produk pendidikan pada
masa lalu dapat diindikasikan dari naik turunnya perolehan rata-rata NEM selama
beberapa tahun terakhir ini. Tampaknya lemahnya mutu pendidikan ini berlangsung
merata di seluruh Indonesia. H.A.R. Tilaar (1998) menyimpulkan tentang adanya
delapan masalah pendidikan, dua diantaranya berkaitan dengan mutu. Masing-
masing adalah (1) rendahnya mutu pendidikan di berbagai jenjang dan jenis
pendidikan, dan (2) tidak meratanya kualitas pendidikan.
Kedua , dari dimensi
waktu masa kini adalah kondisi berbagai komponen yang secara sistematik
berpengaruh pada produk akhir pendidikan pada saat ini belum terlalu
menggembirakan. Berbagai kelompok tersebut dapat dikelompokkan menjadi dua,
fisik dan nonfisik (Amich Alhumami, K ompas, 25 Agustus 2000). Pertama, yang
bersifat fisik adalah keterbatasan sarana dan prasarana, gedung sekolah,
perpustakaan, laboratorium, peralatan, dan buku pelajaran. Masih sekitar 10
persen SLTP negeri yang kini belum memiliki laboratorium. Kedua, yang bersifat
nonfisik adalah guru. Sejumlah guru masih perlu ditingkatkan kualifikasi
pendidikannya melalui program penyetaraan dan sebagainya.
Ketiga, dari segi
dimensi waktu masa depan adalah tantangan globalisasa dengan ciri utamanya
ekonomi pasar bebas dan persaingan ketat ketenagakerjaan. Pada era AFTA, APEC,
dan WTO nanti, kebutuhan terhadap sumber daya manusia yang berkualitas bukan
hanya diharapkan, tetapi sudah menjadi tuntutan apabila bangsa kita ingin eksis di tengah-tengah persaingan tersebut.
Masalah
peningkatan pendidikan tidak hanya merisaukan para masyarakat namun para
pengamat dan pecinta pendidikan pun demikian. Banyak orang yang membicarakan mutu pendidikan
dengan mengamati dari berbagai sudut pandang.
Ada yang merisaukan mutu karena mengetahui terbatasnya pengetahuan anak
tentang suatu bidang pelajaran, ada yang merisaukan mutu karena melihat
kemampuan menulis dan membaca para pelajar, ada yang merisaukan mutu karena
melihat rendahnya disiplin sosial generasi muda, ada yang merisaukan mutu karena mengkhawatirkan
akan sukarnya lahir pemimpin yang
bermutu, dan ada yang merisaukan karena rendahnya daya serap para
pelajar.
Dari
ketiga alasan dimensi waktu ini maka jelas bahwa peningkatan kualitas
pendidikan sangatlah penting. Dimana para pelaksana pendidikan harus lebih
bekerja keras dalam uapaya melakukan peningkatan mutu pendidikan. Masalah
sekarang adalah bagaimana dan dimulai dari sisi mana upaya nyata meningkatkan
mutu pendidikan yang harus dilaksanakan?bukankah begitu banyak komponen yang
berpengaruh pada mutu produk pendidikan? Jawaban-jawaban dari pertanyaan inilah
yang perlu kita kaji secara mendalam sebab dari jawaban pertanyaan ini kita
dapat mengetahui upaya-upaya apa saja yang dapat kita lakukan dalam upaya
peningkatan mutu pendidikan di Indonesia. Dan hal ini pulalah yang akan
dianalisis pada penulisan ini. Mencoba mengkaji dan menemukan solusi-solusi
yang demokratis dalam rangka penyelesaian masalah mutu pendidikan.
Tantangan
pendidikan di Indonesia sekarang ini amat besar. Mutu pendidikan terpuruk baik
dalam hal pengetahuan maupun dalam pendidikan nilai kemanusiaan. Dengan adanya
kemajuan teknologi informasi yang begitu canggih, dunia ini terasa menjadi
kecil sehingga apapun yang terjadi dibelahan bumi tertenti dengan cepat
diketahui di seluruh dunia. Akibatnya, perkembangan ilmu pengetahuan yang
pesat, nilai-nilai dari negara lain, baik nilai yang baik dan nilai yang jelek
dengan mudah masuk ke Indonesia. Dengan
pasar bebas tampak jelas hanya produk dan tenaga yang sungguh bermutu dapat
menang bersaing dengan luar negeri.
Pengaruh globalisasi itu tidak dapat dicegah lagi. Itulah tantangan bagi
pendidikan di Indonesia yang makin kompleks. Tantangan-tantangan ini menuntut
pendidikan kita diperbaharui agar tidak ketinggalan zaman dan dapat bersaing
dengan negara lain. Banyak upaya yang
dapat dilakukan oleh pemerintah salah satunya dpat dimulai dari peningkatan
kualitas seorang guru sebab merekalah kunci utama dari berkualitas tidaknya
produk keluaran pendidikan dan apabila pendidikan di Indonesia ingin
direformasi, salah satunya yang perlu dibenahi adalah guru. Tantangan
pendidikan yang amat kompleks itu menuntut guru-guru yang mempunyai karakter
dan sifat tertentu seperti menjalankan tugasnya dengan prinsip sebagai panggilan
hidup, berdedikasi tinggi, demokratis, professional, dan bersikap sebagi
seorang intelektual. Dan pemerintah pun harus ikut bekerja sama dalam hal
meningkatkan mutu pendidikan guna
menghadapi tantangan pendidikan yang semakin kompleks ini dengan upaya ikut
melakukan beberapa hal guna pemerataan peningkatan mutu atau kualitas guru.
Peningkatan
mutu pendidikan dari segi tenaga pendidik sangatlah penting untuk diketahui.
Salah satu upaya peningkatan mutu pendidikan ini dapat kita lihat dari
berkualitas tidaknya para pengajar atau tenaga pendidik. Penjelasan tentang hal
ini perlu diketahui karena dari hal inilah masyarakat atau para pengamat
pendidikan dapat mengetahui semakin meningkat atau tidaknya mutu pendidikan di
negara ini. Dengan ini pula secara tidak langsung dapat memahamkan dan membuka
mata para penguasa dunia pendidikan
tentang keadaan sistem pendidikan saat ini sehingga mereka dapat lebih bekerja
keras dan berusaha untuk terus meningkatkan mutu pendidikan di negara ini agar
tidak jauh tertingal dengan negara-negara lain. Sebab mutu pendidikan juga ikut
menentukan berkembang tidaknya bangsa kita.
Dari
penulisan ini banyak manfaat yang dapat kita peroleh dimana kita dapat
mengetahui bagaimana perkembangan mutu pendidikan saat ini dan mengetahui
usaha-usaha apa saja yang telah dan sedang dilakukan pemerintah terkait dengan
tenaga pengajar atau tenaga pendidik dalam usaha peningkatan mutu pendidikan.
Selain itu, dapat memicu motivasi para pengajar
untuk memberikan yang terbaik untuk para peserta didiknya dan melakukan
tugas-tugasnya sebagai pengajar dengan lebih baik lagi karena dipundaknyalah
cita-cita para orangtua dan pemimpin
pemimpin terdahulu menitipkan cita-citanya pada anak-anaknya dan para generasi
penerus bangsa.
Landasan Teori
Sistem
pendidikan nasional adalah keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait
secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan nasional. Pembangunan Nasional di bidang pendidikan adalah upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dan
meningkatkan kualitas manusia Indonesia dalam mewujudkan masyarakat yang maju,
adil, dan makmur, serta memungkinkan para warganya mengembangkan diri baik berkenaan dengan aspek jasmaniah
maupun rohaniah berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 (UU No.2
Tahun 1989, bagian menimbang a). dengan kutipan ini Nampak jelas bahwa sistem
pendidikan yang dilaksanakan di
Indonesia menganut aliran pikiran yang mendudukkan pendidikan sebagai subsistem
dari system sosial negara bangsa Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945. Pandangan dasar tentang kedudukan system pendidikan
dalam keseluruhan system sosial negara bangsa ini sering kurang dipahami dan
dihayati oleh smentara pelajar, pemerhati, bahkan pelaksana pendidikan.
Berbicara
tentang pendidikan kita selalu dihadapkan dengan persoalan-persoalan yang ada
dalam dunia pendidikan. Banyak masalah yang ada dan yang menjadi salah satu
masalah penting yaitu kualitas seorang guru atau tenaga pengajar. Mutu pendidikan sangat ditentukan oleh
kualitas tenaga pendidik. Banyak pihak
yang mempermasalahkan keluaran dari pendidikan yang tidak bermutu atau
berkualitas. Yang perlu diperhatikan dalam masalah ini bukanlah peserta
didiknya namun kita harus melihat kenyataan yang ada saat ini dimana kualitas
tenaga pengajar belum merata sehingga secara tidak langsung hal ini ikut
menentukan keluaran dari sistem pendidikan ini.
Tenaga
pengajar menjadi faktor pendukung meningkat atau menurunnya mutu pendidikan.
Apakah yang disebut mutu? John Stewart, konsultan di McKinsey mengatakan,
“Tidak ada definisi tunggal mengenai mutu.
Mutu dapat dikatakan sebagai perasaan menghargai bahwa sesuatu lebih
baik daripada yang lain. Perasaan itu berubah sepanjang waktu dan berubah dari
generasi ke generasi, serta bervariasi dengan aspek aktivitas manusia. Dengan
kata lain, “mutu” seperti yang biasa digunakan dalam manajemen berarti lebih
dari rata-rata dengan harga yang wajar. Mutu juga berarti memfokuskan pada
kemampuan menghasilkan produk dan jasa yang semakin baik dengan harga yang
semakin bersaing. Mutu juga berarti melakukan hal-hal yang tepat dalam
organisasi pada langkah pertama, bukannya membuat dan memperbaiki kesalahan.
Dengan memfokuskan hal-hal yang tepat pada kesempatan pertama, organisasi
menghindari biaya tinggi yang berkaitan dengan pengerjaan ulang.
Dari
penjelasan “mutu” ini jelas bahwa untuk mencapai mutu dari suatu kegiatan atau
sistem diperlukan usaha dan beberapa gebrakan untuk mendapatkan peningkaatan
mutu atau kualitas. Demikian pula dalam dunia pendidikan,dalam meningkatkan
mutu pendidikan maka pelaksana pendidikanlah yang terlebih dulu diperhatikan.
Salah
satu komponen pelaksana pendidikan adalah guru atau tenaga pendidik. Menurut
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan,
pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen,
konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan
sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam
menyelenggarakan pendidikan. Dari pengertian ini jelas bahwa guru juga memegang
peranan penting dalam peningkatan mutu pendidikan demikian pula dengan
komponen-komponen pelaksana pendidikan lainnya.
Sebagaimana
pendapat yang ada dalam masyarakat, dimana guru merupakan pihak atau komponen pelaksana
pendidikan yang paling sering dituding sebagai orang paling bertanggung jawab
terhadap kualitas pendidikan. Hal ini
disebabkan guru merupakan salah satu komponen mikrosistem pendidikan yang
sangat strategis dan banyak mengambil peran di dalam proses pendidikan secara
luas, khususnya dalam pendidikan persekolahan. Oleh karena itu, salah sau kunci
atau jalan keluar dalam uapaya peningkatan mutu pendidikan maka hal pertama
yang dibenahi adalah kualitas seorang guru.
Analis Sebuah Prespektif tentang Mutu Pendidikan
Mutu
dan efektivitas pendidikan merupakan permasalahan yang kompleks dan
multidimensional. Jika kita berbicara mutu pendidikan artinya kita sedang
meneropong keseluruhan dimensi pendidikan yang satu sama lain saling terkait. Sampai saat ini mutu pendidikan cenderung
masish merupakan suatu konsep yang abstrak. Berbagai cara berpikir telah
dikembangkan untuk mencoba memberikan suatu pengertian mutu pendidikan, tetapi
dalam kenyataannya konsepsi tentang mutu ini masih tetap bergerak dalam bentuk-bentuknya
yang masih bersifat rethorical,
artinya bahwa mutu pendidikan masih bergerak dari gagasan satu ke gagasan lain;
belum kita terjemahkan secara tepat ke dalam ukuran dan tindakan yang lebih
nyata.
Para
pemikir neoklasik seperti Douglas Windham (1986) dan Johnson (1975) menempatkan
konsep mutu pendidikan secara lebih operasional dengan menggunakan model
efisiensi. Sejak tahun 1930-an, para pemikir neoklasik telah mencurahkan
perhatian yang cukup besar terhadap pengukuran dan pengujian konsep efisiensi ini secara empiris.
Penekanan yang bersifat kuantitatif-empiris ini telah menimbulkn upaya-upaya
dalam pengukuran dan analisis terhadap beberapa variable yang diukur secara
kuantitatif. Dalam sosiologi pendidikan, para pemikir yang mirip dengan
neoklasik ini dikenal dengan kelompok yang menamakan dirinya methodological empiricism (Hasley,
1979). Para pemikir tersebut menaruh perhatian pada analisis dan pengkajian
empiris terhadap hasil-hasil pendidikan dalam kaitannya dengan beberapa
variable bebas yang diukur secara kuantitatif. Kedua kelompok tersebut
memandang pendidikan dari fungsi teknis yang telah menjadikan konsep efisiensi
sebagai pusat perhatiannya dalam analisis.
Efisiensi
itu sendiri merupakan suatu model yang dipinjam dari teknologi dan ekonomi.
Secara teknis, efisiensi akan tercipta jika keluaran yang diinginkan dapat
dihasilkan secara optimal dengan harga masukan yang relative tetap atau jika
masukan yang sekecil mungkin agar dapat menghasilkan keluaran yang sudah
ditetapkan (lihat Windham, 1986; Henry Levin, 1985). An Dengan kata lain,
efisiensi selalu dikaitkan dengan efektivitas optimal yang diperoleh dengan
harga masukan yang paling seminimal
mungkin. Menurut pengertian tersebut, konsep efektivitas merupakan
bagian dari konsep efisiensi karena tingkat efektivitas berkaitan erat dengan
pencapaian tujuan relatif terhadap harganya. Dengan demikian, efisiensi bukan
merupakan konsep yang berdiri sendiri dan akan menjadi kurang memiliki arti
jika tidak mengacu pada efektivitas.
Konsep
efisiensi terdiri dari efisiensi teknologis dan efisiensi ekonomis. Jika
efisiensi diterapkan dalam pencapaian kuantitas keluaran secara fisik sesuai
dengan ukuran-ukuran hasil yang sudah ditetapkan, maka kita mengacu pada
pengertian efisiensi secara teknologis. Jika terhadap keluaran dan/atau masukan
sudah diterapkan ukuran nilai kepuasan (utility) atau harga (price), maka kita
mengacu pada pengertian efisiensi secara ekonomis. Kedua pengertian tersebut
memiliki pengertian konsep yang sama, akan tetapi penerapannya yang berlainan.
Konsep
efisiensi mana yang lebih tepat diterapkan dalam bidang pendidikan, sangat
tergantung pada anggapan kita tentang hakikat dari suatu program pendidikan.
Jika suatu program pendidikan dianggap sebagai suatu komoditi pada suatu sistem
ekonomi pasar yang kompetitif, maka konsep efisiensi ekonomi lebih sesuai untuk
dijadikan rujukan dalam analisis. Jika program pendidikan dianggap sebagai public goods, maka asumsi pemerataan,
keadilan, dan efisiensi teknoligis paling dianggap releven untuk menilai suatu
program pendidikan bermutu.
Efisiensi
pendidikan memiliki kaitan langsung dengan pendayagunaan sumber-sumber
pendidikan yang terbatas secara optimal sehingga memberikan dampak yang optimal
pula. Suatu program yang efisien, cenderung ditandai dengan pola penyebaran dan
pendayagunaan sumber-sumber pendidikan yang sudah ditata secara efisien;
program yang efisien adalah yang mampu menciptakan keseimbangan antara
penyediaan dan kebutuhan akan sumber-sumber pendidikan sehingga upaya
pencapaian tujuan tidak mengalami hambatan. Dengan demikian, sistem atau
program pendidikan yang efisien ialah yang mampu mendistribusikan sumber-sumber
pendidikan secara adil dan merata agar setiap peserta didik memperoleh
kesempatan yang sama untuk mendayagunakan sumber-sumber pendidikan tersebut dan
mencapai hasil yang maksimal. Dalam pengertian ini mutu pendidikan tidak dapat
dipisahkan dengan konsep efektivitas, keadilan, dan pemerataan.
Jika
kemampuan belajar murid menjadi kriteria mutu pendidikan maka segala pengaruh,
baik itu dari lingkungan maupun dari dalam sekolah itu sendiri, harus diarahkan
pada peningkat an, perluasan, penerapan, dan pemeliharaan kemampuan dasar untuk
belajar sehingga dapat mengikuti bahkan menjadi pelopor dalam pembaruan dan
perubahan.
Upaya Peningkatan Mutu Pendidikan
Indonesia
sebagai negara yang sedang berkembang, secara intensif telah, sedang, dan akan
terus melaksanakn upaya peningkatan mutu pendidikan pada semua jenis dan
jenjang pendidikan, paling tidak sejak awal periode pembangunan nasional jangka
panjang pertama. Selama itu kita telah mengeluarkan biaya yang besar, tenaga
yang banyak, waktu yang lama untuk meningkatkan mutu pendidikan, misalnya
melalui penataran guru, penyebaran buku dan alat pelajaran, pengembangan
kurikulum, perbaikan sarana dan prasarana pendidikan, penngkatan metode dan
pendekatan mengajar, dan sebagainya. Namun demikian, selama itu pula dan sampai
sekarang, mutu pendidikan masih tetap kita rasakan sebagai tantangan, mungkin
sama dengan yang kita rasakan 20 tahun yang lalu.
Dengan
adanya masalah seperti yang dijlaskan pada bagian-bagian sebelumnya, hal- hal
yang menjasi penyebanya mungkin karena kita belum melakukan secara optimal
melakukan upaya peningkatan mmutu: mungkin karena upaya-upaya yang telah kita
lakukan relatif lebih lambat dibandingkan dengan aspirasi kita tentang mutu
pendidikan yang terus berubah dan berkembang; atau mungkin juga telah membidik
barang yang keliru. Jika secara konsepsional, mutu pendidikan kita artikan
sebagai berikut: kemampuan lembaga
pendidikan dalam mendayagunakan sumber-sumber pendidikan untuk meningkatkan
kemampuan belajar seoptimal mungkin, apakah anak atau lulusan pendidikan
kita sudah memiliki kemampuan belajar seperti yang dimaksudkan. Jika tidak,
upaya yang telah kita lakukan selama ini sudah membidik sasaran yang keliru.
Penulis
menduga bahwa upaya peningkatan mutu pendidikan yang telah kita laksanakan baru
menyentuh sisi teknis dari pendidikan. Banyak sisi lainnya yang memiliki dampak
penting terhadap mutu pendidikan, tetapi belum kita sentuh misalnya saja
profesionalisasi. Selain itu, hal terpenting ang perlu kita ketahui bahwa sapek
profesionalisasi erat kaitannya dengan tenaga pendidik. Dimana tenaga pendidik
ini salah satunya adalh guru.
Untuk
mencapai atau mengahadapi tantangan mutu pendidikan yang sedang terjadi saat
ini maka yang perlu kita benahi adalah kualitas guru. Banyak hal yang dapat
kita lakukan untuk meningkatkan kualitas seorang guru. Fakta yang sedang
terjadi saat ini, banyak tenaga pendidik namun sedikit sekali yang memiliki
kualitas seperti yang diharapkan. Sebagaimana kenyataan yang ada dilapangan
masih banyak guru yang belum kompoten dalam bidangnya. Dilakukan Banyak hal
yang dapat dilakukan dalam mengatasi hal ini. Dalam beberapa studi tentang
guru, Postlethwaite (1987) memberikan dua kesimpulan utama, yaitu (1) jika guru
dibayar lebih tinggi, orang-orang yang memiliki kemampuan ingin memilih profesi
guru; (2) jika guru-guru didik lebih lama, mereka akan memiliki kemampuan yang
lebih tinggi, apapun jenis lembaga pendidikan tersebut. Kedua simpulan tersebut
secara implisit mengungkapkan bahwa guru yang berkualitas ialah mereka yang
memiliki kemampuan sesuai dengan profesinya. Kemampuan guru yang lebih tinggi
dapat diperoleh dengan jalan memberikan perangsang yang lebih menarik atau
dengan mendidik mereka lebih lama.
Pemerintah
saat ini terus berupaya memperbaiki kualitas professional para guru. Upaya itu
diwujudkan dengan diterbitkannya Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan No. 0318/U/1994 tentang Pengadaan dan Penyetaraan Diploma III Guru
Sekolah Menengah Umum Tingkat Pertama (SMP). Semangat SK Mendikbud tersebut
untuk meningkatkan kualitas unjuk kerja guru SMP. Langkah ini memang cukup
penting sejalan dengan persyaratan guru SD yang saat ini harus berkualitas
pendidikan Diploma II dan bukannya tamatan SPG (SLTA) lagi.
Pada
era globalisasi seperti saat ini, pendidikan harus melakukan reformasi dan
inovasi dalam proses belajar mengajar secara terus menerus. Untuk dapat melakukan
reformasi dan inovasi pendidikan, tentu saja kita memerlukan dukungan empiric
yang dihasilkan oleh kegiatan penelitian. Karena itu, pemahaman guru terhadap
proses dan hasil penelitian amat menunjang profesionalitas mereka. Tanpa
pemahaman terhadap proses, prinsip, dan metode penelitian, praktis guru semakin
lama semakin terisolasi dari pengetahuan dan informasi mutakhir. Tanpa ada
dukungan di bidang penelitian, maka proses pendidikan akan terhambat dan
reformasi dan inovasi dalam peningkatan mutu pendidikan mustahil dapat
dilakukan.
Selain
itu, untuk meningkatkan mutu pendidikan dari segi kualitas dan profesionalan
guru, kita juga perlu memperhatikan keadaan insentif guru. Dimana dalam
kenyataan yang saat ini, tingkat kesejahteraan guru itu rendah; imbalan yang
diperolehnya dari pekerjaan sebagai guru yang meliputi gaji pokok dan
tuunjangan-tunjangannya hanya dapat memenuhi sekitar separo dari biaya hidupnya
bersama keluarganya. Keadaan ini berlaku baik untuk guru di perkotaan maupun di
pedesaan dan pada jenjang atau jenis pendidikan. Dengan sedikit pengecualian untuk
guru sekolah swasta di perkotaan yang yayasannya kaya, keadaan yang lebih
menyesakkan lagi dialami oleh sebagian besar guru sekolah swasta dan honorer
yang beban tugasnya dalam mendidik anak bangsa tidak jauh berbeda dengan
guru-guru lainnya. Bahkan denga bekerja
keras mencari penghasilan tambahan dengan mengajar di tempat lain atau
memberikan les, penghasilan yang didapatr oleh para gurutetap deficit dibandingkan
dengan pengeluarannya, sekalipun pengeluaran itu dilakukan amat ketat sebatas
untuk memenuhi kebutuhan dasar. Bebean
yang ditanggung oleh para guru diperparah lagi dengan banyaknya potongan yang
dikenakan pada gaji guru yang jumlahnya mencapai sekitar 20 jenis.
Keadaan
tersebut berakibat lebih jauh terhadap terganggunya konsentrasi guru dalam
melaksanakan tugas utamanya, menurunnya status sosial guru di mata masyarakat
yang dirasakan selama 20 tahun terakhir, dan kurang menariknya profesi keguruan
bagi kalangan muda yang potensial. Dari keadaan ini maka solusi yang harus
dilakukan pemerintah dalam rangka meningkatkan kualitas guru demi peningkatan
mutu pendidikan, maka secara umum kesejahteraan guru perlu ditingkatkan . Untuk lebih mendorong peningkatan mutu
pendidikan, peningkatan kesejahteraan guru didasarkan atas mutu penampilan atau
kinerjanya dalam melaksanakan tugas yang diukur dari profesionalismenya dalam
melaksanakan tugas-tugasnya, kerajinanya, dan prakarsa-prakarsa yang
dilakukannya untuk meningkatkan mutu pendidikan. Untuk itu, perlu dikembangkan
suatu prosedur dan alat “Penilaian Kinerja Guru” yang mampu secara sensitif
mendeteksi kinerja guru dan dapat secara praktis diterapkan di tingkat sekolah.
Dari
segi mutu guru, dalam kenyatannya tidak sedikit guru yang tidak layak mengajar
secara formal dan dinilai tidak memiliki kemampuan yang layak secara formal.
Bagi guru sekolah dasar, dalam hal peningkatan kualitas guru pemerintah telah
mengupayakan para guru untuk mengikuti penataran walaupun dari beberapa data
empiris menunjukkan bahwa frekuensi penataran tidak memberikan efek yng berari
terhadap prestasi belajar. Hal yang
perlu dibenahi disini adalah menciptakan bentuk penataran yang efektif yaitu
membina guru agar selalu membaca buku. Strategi pembinaan kemampuan guru yang
disarankan antara lain:
- Penataran guru tidak perlu dilakukan tatap muka. Yang paling diperlukan ialah suatu bentuk akreditasi guru dengan mekanisme ujian setiap kenaikan gaji berkala atau kenaikan pangkat. Akreditasi ini tidak hanya menguji kemampuan menguasai pelajaran secara konseptual. Akan tetapi, juga wawasan akan jabatan guru di dalam konteks pembangunan nasional.
- Tidak memberikan tugas prosedur yang terlalu banyak kepada guru-guru kecuali membaca buku sebagai syarat mutlak bagi guru untuk mengajar. Dalam mekanisme control terhadap persiapan mengajar seperti ini perlu dilakukan pengecekan secara terus menerus.
- Studi-studi di negara-negara berkembang menemukan bahwa guru-guru yang mengalami pendidikan tinggi memberika efek positif terhadap prestasi belajar murid dan hal ini secara tidak langsung ikut meningkatka mutu pendidikan.
Kesimpulan
Dengan melihat fakta
saat ini maka dalam hal upaya meningkatkan mutu pendidikan diperlukan upaya
yang sungguh-sungguh dan kerja sama dari semua pihak baik para pelaksana
pendidikan, masyarakat, maupun pemerintah. Banyak sector yang perlu dibenahi
dan slah satu yang terpenting adlah kualitas dan profesionalisasi guru.
Peningkatan kualitas guru ini dapat dilakukan dengan meningkatkan pendidikan
para guru atau penyetaraan, peningkatan kesejahteraan guru dari segi intensitas
guru, dan juga upaya pelaksanaan penataran pada guru-guru yang belum layak atau
belum memiliki kemampuan profesionalitas. Dengan upaya-upaya ini maka secara
tidak langsung dapat meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia. Dengan demikian Indonesia dapat bersaing
dengan negara-negara berkembang dari segi pendidikan. Dan produk luaran yang
dihasilkan pendidikan di Indonesia pun merupakan keluaran yang bermutu dan
berkualitas dan hal ini akan mempengaruni peningkatan pembangunan di Indonesia.
Daftar Pustaka
Jalal, Fasli dan
Supriadi, Dedi (ed). 2001. Reformasi
Pendidikan dalam Konteks Otonomi Daerah. Yogyakarta: Adicita Karya Nusa.
Semiawan, Conny.
R dan Soedijarto (ed). 1991. Mencari
Strategi Pengembangan Pendidikan Nasional Menjelang Abad
XXI. Jakarta: PT Grasindo.
Suyanto dan
Abbas. 2001. Wajah dan Dinamika
Pendidikan Anak Bangsa. Yogyakarta: Adicita Karya Nusa.
Suryadi, Ace dan
H.A. Tilaar. 1994. Analisis Kebijakan
Pendidikan (Suatu Pengantar).
Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Suyanto dan
Hisyam, Djihad. 2000. Pendidikan di
Indonesia Memasuki Milenium III. Yogyakarta: Adicita Karya Nusa.
Widiastono,
Tonny D. 2004. Pendidikan Manusia
Indonesia. Jakarta: Kompas.
0 komentar:
Posting Komentar