Powered By Blogger

Artikel

Senin, 26 Desember 2011



 Mutu Pendidikan dan Profesionalitas Seorang Guru

Nurma Yunita
Mahasiswa FKIP Pendidikan Bahasa Dan Sastra Indonesia 2008
e-mail: nurma.yunita11@yahoo.co.id

Abstrak           : Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui upaya-upaya apa yang dapat dilakukan dalam hal meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia dan mengetahui upaya-upaya apa saja yang telah dilakukan pemerintah. Dari analisis ini, dalam hal peningkatan mutu pendidikan diperlukan kerjasama antara para pelaksana pendidikan, pemerintah dan masyarakat. Upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk peningkatan ini sangat banyak dan salah satu yang terpenting yang terlebih dahulu dibenahi adalah kualitas dan profesionalitas seorang guru. Peningkatan profesionalitas dan kualitas tenaga pendidik ini sebagaimana yang tertuang dalam  Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 0318/U/1994. Pemerintah telah melakukan berbagai upaya dalam peningkatan kualitas dan profesionalitas guru. Dengan menaikkan intensitas kesejahteraan guru dan mengharuskan guru-guru mengikuti penataran guna membantu meningkatkan kualitas guru dalam menguasai bahan ajar yang akan diajarkan. Dengan meningkatnya kualitas seorang guru akan mutupendidikan pun akan meningkat karena gurulah yang mendidik dan menciptakan produk luaran pendidikan yang berkualitas dan dapat mendukung peningkatan pembangunan di Indonesia dan mencapai tujuan dari pendidikan.
Kata kunci      :  Guru, kualitas, mutu, profesinalitas, pendidikan


Pendahuluan
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat bangsa dan negara. Pendidikan adalah salah satu faktor terpenting dalam penentu masa depan hidup manusia dan suatu bangsa. Masa depan atau keadaan suatu bangsa ke depannya sangat ditentukan oleh keadaan pendidikan atau sistem pendidikan saat ini. Sebagaimana faktanya bahwa keluaran-keluaran dari pendidikan inilah yang nantinya akan menjadi generasi penerus bangsa. Indonesia adalah bangsa yang sedang berkembang demikian pula dengan sistem pendidikan di bangsa ini. Dimana masih banyak hal-hal yang perlu dibenahi dan butuh perhatian semua pihak. Dari kalangan masyarakat, perhatian masyarakat terhadap masalah-masalah pendidikan tidak pernah surut.  Tidak sedikit masalah-masalah yang terdapat dalam dunia pendidikan kita dan masalah mutu pendidikan menjadi masalah umum dalam dunia pendidikan di Indonesia. Tema peningkatan mutu pendidikan tampaknya memang pantas di angkat ke permukaan, setidaknya karena ada sejumlah alasan rasional pada tiga dimensi waktu.

Pertama, dari dimensi waktu masa lampau, yaitu ketidakmenentuan kondisi mutu produk pendidikan pada masa lalu dapat diindikasikan dari naik turunnya perolehan rata-rata NEM selama beberapa tahun terakhir ini. Tampaknya lemahnya mutu pendidikan ini berlangsung merata di seluruh Indonesia. H.A.R. Tilaar (1998) menyimpulkan tentang adanya delapan masalah pendidikan, dua diantaranya berkaitan dengan mutu. Masing- masing adalah (1) rendahnya mutu pendidikan di berbagai jenjang dan jenis pendidikan, dan (2) tidak meratanya kualitas pendidikan.

Kedua , dari dimensi waktu masa kini adalah kondisi berbagai komponen yang secara sistematik berpengaruh pada produk akhir pendidikan pada saat ini belum terlalu menggembirakan. Berbagai kelompok tersebut dapat dikelompokkan menjadi dua, fisik dan nonfisik (Amich Alhumami, K ompas, 25 Agustus 2000). Pertama, yang bersifat fisik adalah keterbatasan sarana dan prasarana, gedung sekolah, perpustakaan, laboratorium, peralatan, dan buku pelajaran. Masih sekitar 10 persen SLTP negeri yang kini belum memiliki laboratorium. Kedua, yang bersifat nonfisik adalah guru. Sejumlah guru masih perlu ditingkatkan kualifikasi pendidikannya melalui program penyetaraan dan sebagainya.

Ketiga, dari segi dimensi waktu masa depan adalah tantangan globalisasa dengan ciri utamanya ekonomi pasar bebas dan persaingan ketat ketenagakerjaan. Pada era AFTA, APEC, dan WTO nanti, kebutuhan terhadap sumber daya manusia yang berkualitas bukan hanya diharapkan, tetapi sudah menjadi tuntutan apabila bangsa kita ingin eksis di tengah-tengah  persaingan tersebut.

Masalah peningkatan pendidikan tidak hanya merisaukan para masyarakat namun para pengamat dan pecinta pendidikan pun demikian. Banyak  orang yang membicarakan mutu pendidikan dengan mengamati dari berbagai sudut pandang.  Ada yang merisaukan mutu karena mengetahui terbatasnya pengetahuan anak tentang suatu bidang pelajaran, ada yang merisaukan mutu karena melihat kemampuan menulis dan membaca para pelajar, ada yang merisaukan mutu karena melihat rendahnya disiplin sosial generasi muda, ada  yang merisaukan mutu karena mengkhawatirkan akan sukarnya lahir pemimpin yang  bermutu, dan ada yang merisaukan karena rendahnya daya serap para pelajar.       
Dari ketiga alasan dimensi waktu ini maka jelas bahwa peningkatan kualitas pendidikan sangatlah penting. Dimana para pelaksana pendidikan harus lebih bekerja keras dalam uapaya melakukan peningkatan mutu pendidikan. Masalah sekarang adalah bagaimana dan dimulai dari sisi mana upaya nyata meningkatkan mutu pendidikan yang harus dilaksanakan?bukankah begitu banyak komponen yang berpengaruh pada mutu produk pendidikan? Jawaban-jawaban dari pertanyaan inilah yang perlu kita kaji secara mendalam sebab dari jawaban pertanyaan ini kita dapat mengetahui upaya-upaya apa saja yang dapat kita lakukan dalam upaya peningkatan mutu pendidikan di Indonesia. Dan hal ini pulalah yang akan dianalisis pada penulisan ini. Mencoba mengkaji dan menemukan solusi-solusi yang demokratis dalam rangka penyelesaian masalah mutu pendidikan.                           
Tantangan pendidikan di Indonesia sekarang ini amat besar. Mutu pendidikan terpuruk baik dalam hal pengetahuan maupun dalam pendidikan nilai kemanusiaan. Dengan adanya kemajuan teknologi informasi yang begitu canggih, dunia ini terasa menjadi kecil sehingga apapun yang terjadi dibelahan bumi tertenti dengan cepat diketahui di seluruh dunia. Akibatnya, perkembangan ilmu pengetahuan yang pesat, nilai-nilai dari negara lain, baik nilai yang baik dan nilai yang jelek dengan mudah masuk ke Indonesia.      Dengan pasar bebas tampak jelas hanya produk dan tenaga yang sungguh bermutu dapat menang bersaing dengan luar negeri.  Pengaruh globalisasi itu tidak dapat dicegah lagi. Itulah tantangan bagi pendidikan di Indonesia yang makin kompleks. Tantangan-tantangan ini menuntut pendidikan kita diperbaharui agar tidak ketinggalan zaman dan dapat bersaing dengan negara lain. Banyak  upaya yang dapat dilakukan oleh pemerintah salah satunya dpat dimulai dari peningkatan kualitas seorang guru sebab merekalah kunci utama dari berkualitas tidaknya produk keluaran pendidikan dan apabila pendidikan di Indonesia ingin direformasi, salah satunya yang perlu dibenahi adalah guru. Tantangan pendidikan yang amat kompleks itu menuntut guru-guru yang mempunyai karakter dan sifat tertentu seperti menjalankan tugasnya dengan prinsip sebagai panggilan hidup, berdedikasi tinggi, demokratis, professional, dan bersikap sebagi seorang intelektual. Dan pemerintah pun harus ikut bekerja sama dalam hal meningkatkan mutu pendidikan  guna menghadapi tantangan pendidikan yang semakin kompleks ini dengan upaya ikut melakukan beberapa hal guna pemerataan peningkatan mutu atau kualitas guru.     
Peningkatan mutu pendidikan dari segi tenaga pendidik sangatlah penting untuk diketahui. Salah satu upaya peningkatan mutu pendidikan ini dapat kita lihat dari berkualitas tidaknya para pengajar atau tenaga pendidik. Penjelasan tentang hal ini perlu diketahui karena dari hal inilah masyarakat atau para pengamat pendidikan dapat mengetahui semakin meningkat atau tidaknya mutu pendidikan di negara ini. Dengan ini pula secara tidak langsung dapat memahamkan dan membuka mata  para penguasa dunia pendidikan tentang keadaan sistem pendidikan saat ini sehingga mereka dapat lebih bekerja keras dan berusaha untuk terus meningkatkan mutu pendidikan di negara ini agar tidak jauh tertingal dengan negara-negara lain. Sebab mutu pendidikan juga ikut menentukan berkembang tidaknya bangsa kita.
Dari penulisan ini banyak manfaat yang dapat kita peroleh dimana kita dapat mengetahui bagaimana perkembangan mutu pendidikan saat ini dan mengetahui usaha-usaha apa saja yang telah dan sedang dilakukan pemerintah terkait dengan tenaga pengajar atau tenaga pendidik dalam usaha peningkatan mutu pendidikan. Selain itu, dapat memicu motivasi para pengajar  untuk memberikan yang terbaik untuk para peserta didiknya dan melakukan tugas-tugasnya sebagai pengajar dengan lebih baik lagi karena dipundaknyalah cita-cita para orangtua  dan pemimpin pemimpin terdahulu menitipkan cita-citanya pada anak-anaknya dan para generasi penerus bangsa.

Landasan Teori
Sistem pendidikan nasional adalah keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan nasional. Pembangunan Nasional di bidang pendidikan adalah upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan kualitas manusia Indonesia dalam mewujudkan masyarakat yang maju, adil, dan makmur, serta memungkinkan para warganya mengembangkan diri baik berkenaan dengan aspek jasmaniah maupun rohaniah berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 (UU No.2 Tahun 1989, bagian menimbang a). dengan kutipan ini Nampak jelas bahwa sistem pendidikan  yang dilaksanakan di Indonesia menganut aliran pikiran yang mendudukkan pendidikan sebagai subsistem dari system sosial negara bangsa Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Pandangan dasar tentang kedudukan system pendidikan dalam keseluruhan system sosial negara bangsa ini sering kurang dipahami dan dihayati oleh smentara pelajar, pemerhati, bahkan pelaksana pendidikan.              

Berbicara tentang pendidikan kita selalu dihadapkan dengan persoalan-persoalan yang ada dalam dunia pendidikan. Banyak masalah yang ada dan yang menjadi salah satu masalah penting yaitu kualitas seorang guru atau tenaga pengajar.  Mutu pendidikan sangat ditentukan oleh kualitas tenaga pendidik.  Banyak pihak yang mempermasalahkan keluaran dari pendidikan yang tidak bermutu atau berkualitas. Yang perlu diperhatikan dalam masalah ini bukanlah peserta didiknya namun kita harus melihat kenyataan yang ada saat ini dimana kualitas tenaga pengajar belum merata sehingga secara tidak langsung hal ini ikut menentukan keluaran dari sistem pendidikan ini.                       

Tenaga pengajar menjadi faktor pendukung meningkat atau menurunnya mutu pendidikan. Apakah yang disebut mutu? John Stewart, konsultan di McKinsey mengatakan, “Tidak ada definisi tunggal mengenai mutu.  Mutu dapat dikatakan sebagai perasaan menghargai bahwa sesuatu lebih baik daripada yang lain. Perasaan itu berubah sepanjang waktu dan berubah dari generasi ke generasi, serta bervariasi dengan aspek aktivitas manusia. Dengan kata lain, “mutu” seperti yang biasa digunakan dalam manajemen berarti lebih dari rata-rata dengan harga yang wajar. Mutu juga berarti memfokuskan pada kemampuan menghasilkan produk dan jasa yang semakin baik dengan harga yang semakin bersaing. Mutu juga berarti melakukan hal-hal yang tepat dalam organisasi pada langkah pertama, bukannya membuat dan memperbaiki kesalahan. Dengan memfokuskan hal-hal yang tepat pada kesempatan pertama, organisasi menghindari biaya tinggi yang berkaitan dengan pengerjaan ulang.                  

Dari penjelasan “mutu” ini jelas bahwa untuk mencapai mutu dari suatu kegiatan atau sistem diperlukan usaha dan beberapa gebrakan untuk mendapatkan peningkaatan mutu atau kualitas. Demikian pula dalam dunia pendidikan,dalam meningkatkan mutu pendidikan maka pelaksana pendidikanlah yang terlebih dulu diperhatikan.            

Salah satu komponen pelaksana pendidikan adalah guru atau tenaga pendidik. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan, pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan. Dari pengertian ini jelas bahwa guru juga memegang peranan penting dalam peningkatan mutu pendidikan demikian pula dengan komponen-komponen pelaksana pendidikan lainnya.

Sebagaimana pendapat yang ada dalam masyarakat, dimana guru merupakan pihak atau komponen pelaksana pendidikan yang paling sering dituding sebagai orang paling bertanggung jawab terhadap kualitas pendidikan.  Hal ini disebabkan guru merupakan salah satu komponen mikrosistem pendidikan yang sangat strategis dan banyak mengambil peran di dalam proses pendidikan secara luas, khususnya dalam pendidikan persekolahan. Oleh karena itu, salah sau kunci atau jalan keluar dalam uapaya peningkatan mutu pendidikan maka hal pertama yang dibenahi adalah kualitas seorang guru.

Analis Sebuah Prespektif tentang Mutu Pendidikan
Mutu dan efektivitas pendidikan merupakan permasalahan yang kompleks dan multidimensional. Jika kita berbicara mutu pendidikan artinya kita sedang meneropong keseluruhan dimensi pendidikan yang satu sama lain saling terkait.  Sampai saat ini mutu pendidikan cenderung masish merupakan suatu konsep yang abstrak. Berbagai cara berpikir telah dikembangkan untuk mencoba memberikan suatu pengertian mutu pendidikan, tetapi dalam kenyataannya konsepsi tentang mutu ini masih tetap bergerak dalam bentuk-bentuknya yang masih bersifat rethorical, artinya bahwa mutu pendidikan masih bergerak dari gagasan satu ke gagasan lain; belum kita terjemahkan secara tepat ke dalam ukuran dan tindakan yang lebih nyata.                                                           
Para pemikir neoklasik seperti Douglas Windham (1986) dan Johnson (1975) menempatkan konsep mutu pendidikan secara lebih operasional dengan menggunakan model efisiensi. Sejak tahun 1930-an, para pemikir neoklasik telah mencurahkan perhatian yang cukup besar terhadap pengukuran dan pengujian  konsep efisiensi ini secara empiris. Penekanan yang bersifat kuantitatif-empiris ini telah menimbulkn upaya-upaya dalam pengukuran dan analisis terhadap beberapa variable yang diukur secara kuantitatif. Dalam sosiologi pendidikan, para pemikir yang mirip dengan neoklasik ini dikenal dengan kelompok yang menamakan dirinya methodological empiricism (Hasley, 1979). Para pemikir tersebut menaruh perhatian pada analisis dan pengkajian empiris terhadap hasil-hasil pendidikan dalam kaitannya dengan beberapa variable bebas yang diukur secara kuantitatif. Kedua kelompok tersebut memandang pendidikan dari fungsi teknis yang telah menjadikan konsep efisiensi sebagai pusat perhatiannya dalam analisis.                                                                                   
Efisiensi itu sendiri merupakan suatu model yang dipinjam dari teknologi dan ekonomi. Secara teknis, efisiensi akan tercipta jika keluaran yang diinginkan dapat dihasilkan secara optimal dengan harga masukan yang relative tetap atau jika masukan yang sekecil mungkin agar dapat menghasilkan keluaran yang sudah ditetapkan (lihat Windham, 1986; Henry Levin, 1985). An Dengan kata lain, efisiensi selalu dikaitkan dengan efektivitas optimal yang diperoleh dengan harga masukan yang paling seminimal  mungkin. Menurut pengertian tersebut, konsep efektivitas merupakan bagian dari konsep efisiensi karena tingkat efektivitas berkaitan erat dengan pencapaian tujuan relatif terhadap harganya. Dengan demikian, efisiensi bukan merupakan konsep yang berdiri sendiri dan akan menjadi kurang memiliki arti jika tidak mengacu pada efektivitas.                                               
Konsep efisiensi terdiri dari efisiensi teknologis dan efisiensi ekonomis. Jika efisiensi diterapkan dalam pencapaian kuantitas keluaran secara fisik sesuai dengan ukuran-ukuran hasil yang sudah ditetapkan, maka kita mengacu pada pengertian efisiensi secara teknologis. Jika terhadap keluaran dan/atau masukan sudah diterapkan ukuran nilai kepuasan (utility) atau harga (price), maka kita mengacu pada pengertian efisiensi secara ekonomis. Kedua pengertian tersebut memiliki pengertian konsep yang sama, akan tetapi penerapannya yang berlainan.
Konsep efisiensi mana yang lebih tepat diterapkan dalam bidang pendidikan, sangat tergantung pada anggapan kita tentang hakikat dari suatu program pendidikan. Jika suatu program pendidikan dianggap sebagai suatu komoditi pada suatu sistem ekonomi pasar yang kompetitif, maka konsep efisiensi ekonomi lebih sesuai untuk dijadikan rujukan dalam analisis. Jika program pendidikan dianggap sebagai public goods, maka asumsi pemerataan, keadilan, dan efisiensi teknoligis paling dianggap releven untuk menilai suatu program pendidikan bermutu.
Efisiensi pendidikan memiliki kaitan langsung dengan pendayagunaan sumber-sumber pendidikan yang terbatas secara optimal sehingga memberikan dampak yang optimal pula. Suatu program yang efisien, cenderung ditandai dengan pola penyebaran dan pendayagunaan sumber-sumber pendidikan yang sudah ditata secara efisien; program yang efisien adalah yang mampu menciptakan keseimbangan antara penyediaan dan kebutuhan akan sumber-sumber pendidikan sehingga upaya pencapaian tujuan tidak mengalami hambatan. Dengan demikian, sistem atau program pendidikan yang efisien ialah yang mampu mendistribusikan sumber-sumber pendidikan secara adil dan merata agar setiap peserta didik memperoleh kesempatan yang sama untuk mendayagunakan sumber-sumber pendidikan tersebut dan mencapai hasil yang maksimal. Dalam pengertian ini mutu pendidikan tidak dapat dipisahkan dengan konsep efektivitas, keadilan, dan pemerataan.
Jika kemampuan belajar murid menjadi kriteria mutu pendidikan maka segala pengaruh, baik itu dari lingkungan maupun dari dalam sekolah itu sendiri, harus diarahkan pada peningkat an, perluasan, penerapan, dan pemeliharaan kemampuan dasar untuk belajar sehingga dapat mengikuti bahkan menjadi pelopor dalam pembaruan dan perubahan.
Upaya Peningkatan Mutu Pendidikan
            Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang, secara intensif telah, sedang, dan akan terus melaksanakn upaya peningkatan mutu pendidikan pada semua jenis dan jenjang pendidikan, paling tidak sejak awal periode pembangunan nasional jangka panjang pertama. Selama itu kita telah mengeluarkan biaya yang besar, tenaga yang banyak, waktu yang lama untuk meningkatkan mutu pendidikan, misalnya melalui penataran guru, penyebaran buku dan alat pelajaran, pengembangan kurikulum, perbaikan sarana dan prasarana pendidikan, penngkatan metode dan pendekatan mengajar, dan sebagainya. Namun demikian, selama itu pula dan sampai sekarang, mutu pendidikan masih tetap kita rasakan sebagai tantangan, mungkin sama dengan yang kita rasakan 20 tahun yang lalu.
Dengan adanya masalah seperti yang dijlaskan pada bagian-bagian sebelumnya, hal- hal yang menjasi penyebanya mungkin karena kita belum melakukan secara optimal melakukan upaya peningkatan mmutu: mungkin karena upaya-upaya yang telah kita lakukan relatif lebih lambat dibandingkan dengan aspirasi kita tentang mutu pendidikan yang terus berubah dan berkembang; atau mungkin juga telah membidik barang yang keliru. Jika secara konsepsional, mutu pendidikan kita artikan sebagai berikut: kemampuan lembaga pendidikan dalam mendayagunakan sumber-sumber pendidikan untuk meningkatkan kemampuan belajar seoptimal mungkin, apakah anak atau lulusan pendidikan kita sudah memiliki kemampuan belajar seperti yang dimaksudkan. Jika tidak, upaya yang telah kita lakukan selama ini sudah membidik sasaran yang keliru.
Penulis menduga bahwa upaya peningkatan mutu pendidikan yang telah kita laksanakan baru menyentuh sisi teknis dari pendidikan. Banyak sisi lainnya yang memiliki dampak penting terhadap mutu pendidikan, tetapi belum kita sentuh misalnya saja profesionalisasi. Selain itu, hal terpenting ang perlu kita ketahui bahwa sapek profesionalisasi erat kaitannya dengan tenaga pendidik. Dimana tenaga pendidik ini salah satunya adalh guru.
Untuk mencapai atau mengahadapi tantangan mutu pendidikan yang sedang terjadi saat ini maka yang perlu kita benahi adalah kualitas guru. Banyak hal yang dapat kita lakukan untuk meningkatkan kualitas seorang guru. Fakta yang sedang terjadi saat ini, banyak tenaga pendidik namun sedikit sekali yang memiliki kualitas seperti yang diharapkan. Sebagaimana kenyataan yang ada dilapangan masih banyak guru yang belum kompoten dalam bidangnya. Dilakukan Banyak hal yang dapat dilakukan dalam mengatasi hal ini. Dalam beberapa studi tentang guru, Postlethwaite (1987) memberikan dua kesimpulan utama, yaitu (1) jika guru dibayar lebih tinggi, orang-orang yang memiliki kemampuan ingin memilih profesi guru; (2) jika guru-guru didik lebih lama, mereka akan memiliki kemampuan yang lebih tinggi, apapun jenis lembaga pendidikan tersebut. Kedua simpulan tersebut secara implisit mengungkapkan bahwa guru yang berkualitas ialah mereka yang memiliki kemampuan sesuai dengan profesinya. Kemampuan guru yang lebih tinggi dapat diperoleh dengan jalan memberikan perangsang yang lebih menarik atau dengan mendidik mereka lebih lama.
Pemerintah saat ini terus berupaya memperbaiki kualitas professional para guru. Upaya itu diwujudkan dengan diterbitkannya Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 0318/U/1994 tentang Pengadaan dan Penyetaraan Diploma III Guru Sekolah Menengah Umum Tingkat Pertama (SMP). Semangat SK Mendikbud tersebut untuk meningkatkan kualitas unjuk kerja guru SMP. Langkah ini memang cukup penting sejalan dengan persyaratan guru SD yang saat ini harus berkualitas pendidikan Diploma II dan bukannya tamatan SPG (SLTA) lagi.
Pada era globalisasi seperti saat ini, pendidikan harus melakukan reformasi dan inovasi dalam proses belajar mengajar secara terus menerus. Untuk dapat melakukan reformasi dan inovasi pendidikan, tentu saja kita memerlukan dukungan empiric yang dihasilkan oleh kegiatan penelitian. Karena itu, pemahaman guru terhadap proses dan hasil penelitian amat menunjang profesionalitas mereka. Tanpa pemahaman terhadap proses, prinsip, dan metode penelitian, praktis guru semakin lama semakin terisolasi dari pengetahuan dan informasi mutakhir. Tanpa ada dukungan di bidang penelitian, maka proses pendidikan akan terhambat dan reformasi dan inovasi dalam peningkatan mutu pendidikan mustahil dapat dilakukan.
Selain itu, untuk meningkatkan mutu pendidikan dari segi kualitas dan profesionalan guru, kita juga perlu memperhatikan keadaan insentif guru. Dimana dalam kenyataan yang saat ini, tingkat kesejahteraan guru itu rendah; imbalan yang diperolehnya dari pekerjaan sebagai guru yang meliputi gaji pokok dan tuunjangan-tunjangannya hanya dapat memenuhi sekitar separo dari biaya hidupnya bersama keluarganya. Keadaan ini berlaku baik untuk guru di perkotaan maupun di pedesaan dan pada jenjang atau jenis pendidikan. Dengan sedikit pengecualian untuk guru sekolah swasta di perkotaan yang yayasannya kaya, keadaan yang lebih menyesakkan lagi dialami oleh sebagian besar guru sekolah swasta dan honorer yang beban tugasnya dalam mendidik anak bangsa tidak jauh berbeda dengan guru-guru lainnya.  Bahkan denga bekerja keras mencari penghasilan tambahan dengan mengajar di tempat lain atau memberikan les, penghasilan yang didapatr oleh para gurutetap deficit dibandingkan dengan pengeluarannya, sekalipun pengeluaran itu dilakukan amat ketat sebatas untuk memenuhi kebutuhan dasar.  Bebean yang ditanggung oleh para guru diperparah lagi dengan banyaknya potongan yang dikenakan pada gaji guru yang jumlahnya mencapai sekitar 20 jenis.
Keadaan tersebut berakibat lebih jauh terhadap terganggunya konsentrasi guru dalam melaksanakan tugas utamanya, menurunnya status sosial guru di mata masyarakat yang dirasakan selama 20 tahun terakhir, dan kurang menariknya profesi keguruan bagi kalangan muda yang potensial. Dari keadaan ini maka solusi yang harus dilakukan pemerintah dalam rangka meningkatkan kualitas guru demi peningkatan mutu pendidikan, maka secara umum kesejahteraan guru perlu ditingkatkan .   Untuk lebih mendorong peningkatan mutu pendidikan, peningkatan kesejahteraan guru didasarkan atas mutu penampilan atau kinerjanya dalam melaksanakan tugas yang diukur dari profesionalismenya dalam melaksanakan tugas-tugasnya, kerajinanya, dan prakarsa-prakarsa yang dilakukannya untuk meningkatkan mutu pendidikan. Untuk itu, perlu dikembangkan suatu prosedur dan alat “Penilaian Kinerja Guru” yang mampu secara sensitif mendeteksi kinerja guru dan dapat secara praktis diterapkan di tingkat sekolah.
Dari segi mutu guru, dalam kenyatannya tidak sedikit guru yang tidak layak mengajar secara formal dan dinilai tidak memiliki kemampuan yang layak secara formal. Bagi guru sekolah dasar, dalam hal peningkatan kualitas guru pemerintah telah mengupayakan para guru untuk mengikuti penataran walaupun dari beberapa data empiris menunjukkan bahwa frekuensi penataran tidak memberikan efek yng berari terhadap prestasi belajar.  Hal yang perlu dibenahi disini adalah menciptakan bentuk penataran yang efektif yaitu membina guru agar selalu membaca buku. Strategi pembinaan kemampuan guru yang disarankan antara lain:
  1. Penataran guru tidak perlu dilakukan tatap muka. Yang paling diperlukan ialah suatu bentuk akreditasi guru dengan mekanisme ujian setiap kenaikan gaji berkala atau kenaikan pangkat. Akreditasi ini tidak hanya menguji kemampuan menguasai pelajaran secara konseptual. Akan tetapi, juga wawasan akan jabatan guru di dalam konteks  pembangunan nasional.
  2. Tidak memberikan tugas prosedur yang terlalu banyak kepada guru-guru kecuali membaca buku sebagai syarat mutlak bagi guru untuk mengajar. Dalam mekanisme control terhadap persiapan mengajar seperti ini perlu dilakukan pengecekan secara terus menerus.
  3. Studi-studi di negara-negara berkembang menemukan bahwa guru-guru yang mengalami pendidikan tinggi memberika efek positif  terhadap prestasi belajar murid dan hal ini secara tidak langsung ikut meningkatka mutu pendidikan.
Kesimpulan
            Dengan melihat fakta saat ini maka dalam hal upaya meningkatkan mutu pendidikan diperlukan upaya yang sungguh-sungguh dan kerja sama dari semua pihak baik para pelaksana pendidikan, masyarakat, maupun pemerintah. Banyak sector yang perlu dibenahi dan slah satu yang terpenting adlah kualitas dan profesionalisasi guru. Peningkatan kualitas guru ini dapat dilakukan dengan meningkatkan pendidikan para guru atau penyetaraan, peningkatan kesejahteraan guru dari segi intensitas guru, dan juga upaya pelaksanaan penataran pada guru-guru yang belum layak atau belum memiliki kemampuan profesionalitas. Dengan upaya-upaya ini maka secara tidak langsung dapat meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia.  Dengan demikian Indonesia dapat bersaing dengan negara-negara berkembang dari segi pendidikan. Dan produk luaran yang dihasilkan pendidikan di Indonesia pun merupakan keluaran yang bermutu dan berkualitas dan hal ini akan mempengaruni peningkatan pembangunan di Indonesia. 

Daftar Pustaka

Jalal, Fasli dan Supriadi, Dedi (ed). 2001. Reformasi Pendidikan dalam Konteks Otonomi Daerah. Yogyakarta: Adicita Karya Nusa.

Semiawan, Conny. R dan Soedijarto (ed). 1991. Mencari Strategi Pengembangan Pendidikan                    Nasional Menjelang Abad XXI. Jakarta: PT Grasindo.

Suyanto dan Abbas. 2001. Wajah dan Dinamika Pendidikan Anak Bangsa. Yogyakarta: Adicita Karya Nusa.

Suryadi, Ace dan H.A. Tilaar. 1994. Analisis Kebijakan Pendidikan (Suatu Pengantar). Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Suyanto dan Hisyam, Djihad. 2000. Pendidikan di Indonesia Memasuki Milenium III. Yogyakarta: Adicita  Karya Nusa.

Widiastono, Tonny D. 2004. Pendidikan Manusia Indonesia. Jakarta: Kompas.

0 komentar:

Posting Komentar


wYmiNoZ saRaNghaE^^ Copyright © 2009 Designed by Ipietoon Blogger Template for Bie Blogger Template Vector by DaPino