Powered By Blogger

Perlindungan Anak Di Indonesia

Sabtu, 10 Desember 2011


Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa harus dijaga dan dilindungi  agar tarcapai masa pertumbuhan dan perkembangannya menjadi seorang manusia dewasa sebagai keberlanjutan masa depan bangsa. Hal ini penting dilakukan karena dalam diri seorang anak melekat harkat, martabat, dan hak-hak sebagai manusia yang harus dijunjung tinggi. Anak juga merupakan suatu potensi tumbuh kembang suatu bangsa di masa depan yang memiliki sifat dan ciri khusus. Kekhususan
ini terletak pada sikap dan perilakunya di dalam memahami dunia yang  mesti dihadapinya. Oleh karenanya anak patut diberi perlindungan secara khusus oleh negara dengan undang-undang. Perkembangan zaman dan kebutuhan akan  perlindungan anak yang semakin besar mendesak kita untuk memikirkan secara lebih akan hak-hak anak karena di bahu merekalah masa depan dunia tersandang.
Dalam menyiapkan generasi penerus bangsa, anak adalah aset utama. Tumbuh kembang anak sejak dini adalah tanggung jawab keluarga, masyarakat, dan negara. Namun, dalam proses  tumbuh kembang anak banyak dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik biologis, psikis, sosial, ekonomi maupun kultural, yang menyebabkan tidak terpenuhinya hak-hak anak. Saat ini, hampir sebagian besar anak-anak Indonesia tidak memiliki kehidupan dan masa depan yang pasti yang disebabkan semakin rendahnya pemenuhan hak-hak mereka. Hal ini terlihat dari semakin meningkatnya perdagangan anak dan pelecehan seksual serta perlakuan tindak kekerasan terhadap anak.
Masalah seputar kehidupan anak telah menjadi perhatian kita bersama.  Sebagai akibat dari kegagalan pranata system sosial yang ada di negeri ini, sehingga banyak sekali terjadi kasus-kasus pelanggaran terhadap hak-hak anak. Untuk itu, dalam rangka membangun kondisi ideal yang diperlukan untuk melindungi hak-hak anak yang belum mampu diwujudkan oleh negara, maka diskusi-diskusi untuk mendorong perubahan menuju perlindungan hak-hak anak harus terus dibicarakan dalam ruang publik, sehingga muncul kesamaan persepsi, kesefahaman memandang pentingnya sosialisasi dan advokasi tentang perlindungan terhadap anak dalam masyarakat.
Di Indonesia berbagai macam bentuk eksploitasi anak seringkali terjadi. Dari segi bentuk eksploitasi terhadap pekerja anak, baik di sektor formal maupun informal telah menyebabkan anak-anak Indonesia tidak memperoleh hak-haknya di bidang pendidikan, pelayanan  kesehatan, dan anak-anak  tidak menikmati masa kanak-kanak untuk belajar dan bermain. Untuk menghapus pekerja anak ini memang memerlukan waktu, tenaga, dana, dan kesadaran seluruh masyarakat, akan tetapi banyak anak yang tidak dapat menunggu sampai pemecahan masalah kemiskinan dan pendidikan terselesaikan.
Dalam realitas sosial, terjadinya kasus-kasus yang melanggar hak-hak anak, mendiskreditkan dan menindasnya merupakan akibat dari rendahnya pendidikan, faktor keluarga, tidak adanya perlindungan, persoalan lingkungan sekitar dan keterhimpitan secara sosial-ekonomi lainnya seperti pekerja anak, penjualan anak, kekerasan anak baik dalam rumah tangga maupun di luar, pelanggaran dan kekerasan seksual serta eksploitasi seksual terhadap anak. Kekerasan-kekerasan yang demikian ini menjadi fenomena gunung es di Indonesia, dimana hampir setiap tahunnya peristiwa kekerasan ini semakin meningkat.
Untuk mengatasi hal-hal demikian, perlindungan anak di Indonesia, salah satunya diatur dalam Undang-Undang No.23 Tahun 2002. Lahirnya Undang-Undang Perlindungan Anak ini merupakan salah satu bentuk keseriusan pemerintah dalam merativikasi Konvesi Hak Anak (KHA) tahun 1990. Menurut Undang-Undang Perlindungan Anak ini, yang dimaksud dengan anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun termasuk anak dalam kandungan. Jadi yang membedakan antara anak dan dewasa adalah hanya sebatas umur saja. Anak yang dilahirkan memiliki kedudukan yang sama dengan orang dewasa sebagai manusia. Seorang anak juga memiliki hak mendapat pengakuan dari lingkungan mereka, rasa hormat atas kemampuan mereka, pemajuan dan perlindungan, serta harga diri dan partisipasi tanpa harus mencapai  usia kedewasaan terlebih dahulu. Hak dan kewajiban anak diatur dalam pasal 4 hingga pasal 19 Undang-Undang No.23 tahun 2002. Dalam undang-undang tersebut, hak anak antara lain beribadah menurut agamanya, mendapatkan pelayanan kesehatan, memperoleh pendidikan dan pengajaran, mengutarakan pendapatnya sesuai tingkat kecerdasan dan usianya, bermain, berkreasi sesuai minat, bakat, dan tingkat kecerdasannya dalam rangka pengembangan diri. Selain tentang hak dan kewajiban seorang anak, dalam Undang-Undang Perlindungan Anak No.23 Tahun 2002 juga tercantum tentang kewajiban dan tanggung jawab pemerintah,kewajiban dan tanggung jawab keluarga dan orang tua, kedudukan anak,  penyelenggaraan perlindungan (pendidikan, kesehatan, sosial),  perlindungan khusus, peran masyarakat dan ketentuan pidana pada pelaku tersangka yang melakukan kekerasan terhadap anak.
Selain itu, dalam hal menangani masalah perlindungan anak, pemerintah tidak hanya mengeluarkan Undang-Undang Perlindungan Anak namun juga membentuk lembaga yang bertujuan untuk meningkatkan efektifitas penyelenggaraan perlindungan anak. Lembaga ini dikenal dengan nama Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). KPAI merupakan lembaga independen yang kedudukannya sejajar dengan komisi negara lainnya yang dibentuk pada 21 Juni 2004 dengan Keppres No. 95/M Tahun 2004 berdasarkan amanat Keppres 77/2003 dan pasal 74 Undang-Undang No. 23 Tahun 2002. Sebagai lembaga independen, KPAI diharapkan mampu secara aktif memperjuangkan kepentingan anak. KPAI bertugas melakukan sosialisasi mengenai seluruh ketentuan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan perlindungan anak, mengumpulkan data dan informasi, menerima pengaduan masyarakat, melakukan penelaahan, pemanatauan evaluasi, dan pengawasan terhadap penyelenggaraan kepentingan anak. Selain itu, KPAI jugs dituntut untuk memberikan laporan, saran, masukan, dan pertimbangan, kepada presiden dalam rangka perlindungan anak.  Namun sayangnya, popularitas KPAI kalah dengan Komnas Anak. gaung KPAI hanya terdengar sayup-sayup. Amat disayangkan memang, masyarakat justru tidak mengenal ataupun mengetahui keberadaan KPAI serta fungsi dari komisi nasional ini. Padahal berbeda dengan KPAI, Komnas Anak hanyalah merupakan LSM yang disahkan dengan Surat Akta Notaris sebagaimana layaknya pembentukan LSM atau yayasan sosial lainnya.
Dengan adanya Undang-Undang Perlindungan Anak dan Lembaga KPAI, seharusnya upaya peningkatan perlindungan anak  semakin meningkat. Namun, realita yang terjadi saat ini bertolak belakang dengan ketentuan-ketentuan yang ada dalam undang-undang dan misi KPAI. Dimana  hampir di setiap kota-kota besar di Indonesia masih sering terjadi kekerasan dan pelecehan terhadap anak-anak. Sebagai salah satu contohnya saat ini sedang marak-maraknya  peristiwa trafficking atau perdagangan anak. Hampir setiap tahunnya diperkirakan 600.000-800.000 laki-laki, perempuan, dan anak-anak diperdagangkan menyeberangi perbatasan  langsung lintas batas. Perdagangan manusia atau perdagangan anak ini merupakan salah satu perusahaan kriminal yang paling menguntungkan dan terkait dengan money laundering, narkoba, pemalsuan dokumen, dan penyelundupan manusia.  Hal yang lebih stragis yang banyak terjadi saat ini dan harusnya membuat malu pemerintah adalah bahwa anak-anak yang diperdagangkan dieksploitasi sebagai pelacur. Setiap  tahunnya lebih dari 1 juta anak di seluruh dunia dieksploitasi ke dunia pelacuran. Pelacuran tidak terbatas pada anak perempuan, di beberapa negara luar, separuh dari pelacur adalah laki-laki. Demikian pula di Indonesia, sbagai salah satu buktinya kita dapat melihat daerah Indramayu. Kabupaten yang terletak di pesisir panatai utara Laut Jawa merupakan potret nyata dari maraknya perdagangan seks komersial yang secara sistematis melibatkan anak-anak sebagai korban. Anak-anak perempuan berusia mulai dari 13-18 tahun menjadi sasaran utama para penyalur perdagangan seks dan di daerah ini perdagangan anak untuk eksploitasi seks sudah marak dilakukan dan bahkan seolah sudah membudaya.
Maraknya perdagangan anak ini merupakan suatu ironi, mengingat Indonesia telah memiliki UU No. 21/2007 tentang tindak pidana perdagangan orang. UU No. 23/2002 tentang Perlindungan Anak dengan tegas melarang perbuatan child trafficking. Namun, yang terjadi malah semakin tidak terkendali. Anak-anak Indonesia semakin kehilangan masa depan hidup mereka.  Dan sebagai pemerintah dan lembaga yang memegang peranan penting pada perlindungan anak harus lebih meningkatkan uapaya mereka dalam mengatasi peristiwa-peristiwa yang berkaitan dengan tidak terpenuhinya hak-hak anak. Kunci utama untuk menjadikan anak sebagai potensi negara dalam rangka keberlangsungan kehidupan dan kejayaan bangsa adalah bagaimana komitmen pemerintah untuk menjadikan anak sebagai prioritas utama dalam pembangunan. Upaya nyata adalah menciptakan lingkungan yang mengutamakan perlindungan bagi anak. Ketiga adalah mengeksplorasi dan memobilisasi sumber daya uuntuk mendukung penyelenggaraan perlindungan anak.  Dan sebagaimana realita yang ada saat ini maka dapat disimpulkan bahwa upaya pemerintah dalam hal perlindungan anak belum berhasil sepenuhnya.




0 komentar:

Posting Komentar


wYmiNoZ saRaNghaE^^ Copyright © 2009 Designed by Ipietoon Blogger Template for Bie Blogger Template Vector by DaPino